Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, stuktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja (Syafi’I Antonio, 2001). Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan perkembangan keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya hokum formal sebagai landasan operasional perbankan di Indonesia.
Kebutuhan masyarakat tersebut telah terjawab dengan terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah. Pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum beroperasinya bank syariah di Indonesia.
Kebutuhan masyarakat tersebut telah terjawab dengan terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah. Pemerintah telah memasukkan kemungkinan tersebut dalam undang-undang yang baru. Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan tersebut telah dijadikan sebagai dasar hukum beroperasinya bank syariah di Indonesia.
1. Bank Konvensional/Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum merupakan bagian dari perbankan nasional yang memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta pemberi jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan fungsi utama yang demikian, Bank Umum memiliki peranan yang strategis dalam menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur-unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional guna menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Memperhatikan peranan Bank Umum yang demikian strategis, perkembangan Bank Umum yang semakin pesat dan tantangan-tantangan, yang dihadapi Bank Umum yang semakin luas dan bersifat internasional, maka landasan hukum Bank Umum perlu diperkokoh melalui penyempurnaan ketentuan-ketentuan yang mengatur Bank Umum dan penerapan prinsip kehati-hatian. Dengan landasan hukum yang semain kokoh tersebut, maka Bank Umum diharapkan akan lebih mampu melindungi kepentingan masyarakat dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang memiliki peran strategis dalam menunjang pelaksanaanpembangunannasional.
Usaha Bank Umum meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak l
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama
dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5. obligasi;
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;
l. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
m. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;
n. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain melakukan kegiatan usaha tersebut diatas, Bank Umum dapat pula:
a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Yang termasuk Bank Umum adalah semua jenis bank, seperti bank pemerintah, bank swasta, bank asing dan bank campuran baik bank devisa maupun non devisa. Bank Umum yang ada di Indonesia antara lain:
Bank Persero (BUMN)
Bank persero adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia.
- PT Bank Ekspor Indonesia (Persero)
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Tabungan Negara (Persero)
- PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
Bank Swasta
Bank Umum Swasta Nasional Devisa:
- PT Bank Agroniaga Tbk
- PT Bank Antardaerah (Surabaya)
- PT Bank Arta Niaga Kencana (Surabaya)
- PT Bank Artha Graha Internasional Tbk
- PT Bank Buana Indonesia Tbk
- PT Bank Bukopin
- PT Bank Bumi Arta
- PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk
- PT Bank Central Asia Tbk
- PT Bank Century Tbk
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk
- PT Bank Ekonomi Raharja
- PT Bank Ganesha
- PT Bank Haga
- PT Bank Hagakita (Surabaya)
- PT Bank Halim Indonesia (Surabaya)
- Bank IFI
- PT Bank Internasional Indonesia Tbk
- PT Bank Kesawan Tbk
- PT Bank Lippo Tbk (Tangerang)
- PT Bank Maspion Indonesia (Surabaya)
- PT Bank Mayapada International Tbk
- PT Bank Mega Tbk
- PT Bank Mestika Dharma (Medan)
- PT Bank Metro Express
- PT Bank Muamalat Indonesia
- PT Bank Niaga Tbk
- PT Bank NISP Tbk (Bandung)
- PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (Bandung)
- PT Bank Permata Tbk
- PT Bank Shinta Indonesia
- PT Bank Swadesi Tbk
- PT Bank Syariah Mandiri
- PT Bank Windu Kentjana
- PT Pan Indonesia Bank Tbk
Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa:
- PT Anglomas Internasional Bank (Surabaya)
- PT Bank Akita
- PT Bank Alfindo
- PT Bank Artos Indonesia (Bandung)
- PT Bank Bintang Manunggal
- PT Bank Bisnis Internasional (Bandung)
- PT Bank Dipo International
- PT Bank Eksekutif Internasional
- PT Bank Fama Internasional (Bandung)
- PT Bank Harda Internasional
- PT Bank Harfa
- PT Bank Harmoni International
- PT Bank Himpunan Saudara 1906 (Bandung)
- PT Bank Ina Perdana
- PT Bank Index Selindo
- PT Bank Indomonex
- PT Bank Jasa Arta
- PT Bank Jasa Jakarta
- PT Bank Kesejahteraan Ekonomi
- PT Bank Mayora
- PT Bank Mitraniaga
- PT Bank Multi Arta Sentosa
- PT Bank Persyarikatan Indonesia
- PT Bank Purba Danarta (Semarang)
- PT Bank Royal Indonesia
- PT Bank Sinar Harapan Bali (Denpasar)
- PT Bank Sri Partha (Denpasar)
- PT Bank Swaguna
- PT Bank Syariah Mega Indonesia
- PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Bandung)
- PT Bank UIB
- PT Bank Victoria International Tbk
- PT Bank Yudha Bhakti
- PT Centratama Nasional Bank (Surabaya)
- PT Liman International Bank
- PT Prima Master Bank (Surabaya)
Bank Campuran
Bank Campuran adalah Bank Umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih Bank Umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI (dan/atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh WNI), dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
- PT ANZ Panin Bank
- PT Bank Commonwealth
- PT Bank BNP Paribas Indonesia
- PT Bank Capital Indonesia
- PT Bank DBS Indonesia
- PT Bank Finconesia
- PT Bank KEB Indonesia
- PT Bank Maybank Indocorp
- PT Bank Mizuho Indonesia
- PT Bank Multicor
- PT Bank OCBC Indonesia
- PT Bank Rabobank Internasional Indonesia
- PT Bank Resona Perdania
- PT Bank UOB Indonesia
- PT Bank Woori Indonesia
- PT Bank China Trust Indonesia
- PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia
- PT Bank UFJ Indonesia
Bank Asing
- ABN Amro Bank
- American Express Bank Ltd.
- Bank of America, N.A.
- Bank of China Limited
- Citibank N.A.
- Deutsche Bank Ag.
- JP. Morgan Chase Bank, N.A.
- Standard Chartered Bank
- The Bangkok Bank Comp. Ltd.
- The Bank of Tokyo Mitsubishi Ufj Ltd.
- The Hongkong & Shanghai B.C.
2. Bank Syariah
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk Perbankan Syariah
Dibedakan dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;
• transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang, dilakukan dengan prinsip jual beli
• transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
• transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
1.Prinsip Jual beli
Prinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan tak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b. Salam
Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.
Ketentuan umum salam:
• Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis, macam/bentuk, ukuran, mutu dan jumlahnya.
• Bila hasil produksi yang diterima tidak sesuai, maka nasabah harus bertanggung jawab, antara lain mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai pesanan.
• Karena Bank tak menjadikan barang yang dibeli/dipesan sebagai persediaan (inventory), maka Bank dimungkinkan untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
c. Istishna
Menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tak boleh berubah selama berlakunya akad.
2. Prinsip sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian.
3.Prinsip Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil dibagi dua, yaitu:
a. Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Ketentuan umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b. Mudharabah
Adalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum:
• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
• Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (alih piutang)
Fasilitas ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
b. Rahn (gadai)
Untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:a) Milik nasabah sendiri, b)Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil pasar, c) Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c. Qard
Adalah pinjaman uang.
Aplikasi Qard dalam perbankan, antara lain:
• Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberi pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi sebelum berangkat haji.
• Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah.
d. Wakalah (perwakilan)
Terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.
e. Kafalah (Bank Garnsi)
Diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
1. Prinsip Wadiah
Ketentuan umum:
• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung Bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat, namun tidak boleh diperjanjikan dimuka.
• Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, Bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
• Terhadap pembukaan rekening ini Bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar terjadi
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah
2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
3. Akad pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Wakalah (perwakilan)
Terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
b.Jasa perbankan
Bank Syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut, antara lain:
• Sharf (jual beli valuta asing) : Jual beli valas yang tidak sejenis, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valas ini.
• Ijarah (sewa): Jenis kegiatan ijarah, antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa atas jasa tersebut.
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum merupakan bagian dari perbankan nasional yang memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta pemberi jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan fungsi utama yang demikian, Bank Umum memiliki peranan yang strategis dalam menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur-unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional guna menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. Memperhatikan peranan Bank Umum yang demikian strategis, perkembangan Bank Umum yang semakin pesat dan tantangan-tantangan, yang dihadapi Bank Umum yang semakin luas dan bersifat internasional, maka landasan hukum Bank Umum perlu diperkokoh melalui penyempurnaan ketentuan-ketentuan yang mengatur Bank Umum dan penerapan prinsip kehati-hatian. Dengan landasan hukum yang semain kokoh tersebut, maka Bank Umum diharapkan akan lebih mampu melindungi kepentingan masyarakat dan mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu yang memiliki peran strategis dalam menunjang pelaksanaanpembangunannasional.
Usaha Bank Umum meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak l
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama
dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5. obligasi;
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya;
l. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
m. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;
n. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain melakukan kegiatan usaha tersebut diatas, Bank Umum dapat pula:
a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Yang termasuk Bank Umum adalah semua jenis bank, seperti bank pemerintah, bank swasta, bank asing dan bank campuran baik bank devisa maupun non devisa. Bank Umum yang ada di Indonesia antara lain:
Bank Persero (BUMN)
Bank persero adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia.
- PT Bank Ekspor Indonesia (Persero)
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Tabungan Negara (Persero)
- PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
Bank Swasta
Bank Umum Swasta Nasional Devisa:
- PT Bank Agroniaga Tbk
- PT Bank Antardaerah (Surabaya)
- PT Bank Arta Niaga Kencana (Surabaya)
- PT Bank Artha Graha Internasional Tbk
- PT Bank Buana Indonesia Tbk
- PT Bank Bukopin
- PT Bank Bumi Arta
- PT Bank Bumiputera Indonesia Tbk
- PT Bank Central Asia Tbk
- PT Bank Century Tbk
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk
- PT Bank Ekonomi Raharja
- PT Bank Ganesha
- PT Bank Haga
- PT Bank Hagakita (Surabaya)
- PT Bank Halim Indonesia (Surabaya)
- Bank IFI
- PT Bank Internasional Indonesia Tbk
- PT Bank Kesawan Tbk
- PT Bank Lippo Tbk (Tangerang)
- PT Bank Maspion Indonesia (Surabaya)
- PT Bank Mayapada International Tbk
- PT Bank Mega Tbk
- PT Bank Mestika Dharma (Medan)
- PT Bank Metro Express
- PT Bank Muamalat Indonesia
- PT Bank Niaga Tbk
- PT Bank NISP Tbk (Bandung)
- PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk (Bandung)
- PT Bank Permata Tbk
- PT Bank Shinta Indonesia
- PT Bank Swadesi Tbk
- PT Bank Syariah Mandiri
- PT Bank Windu Kentjana
- PT Pan Indonesia Bank Tbk
Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa:
- PT Anglomas Internasional Bank (Surabaya)
- PT Bank Akita
- PT Bank Alfindo
- PT Bank Artos Indonesia (Bandung)
- PT Bank Bintang Manunggal
- PT Bank Bisnis Internasional (Bandung)
- PT Bank Dipo International
- PT Bank Eksekutif Internasional
- PT Bank Fama Internasional (Bandung)
- PT Bank Harda Internasional
- PT Bank Harfa
- PT Bank Harmoni International
- PT Bank Himpunan Saudara 1906 (Bandung)
- PT Bank Ina Perdana
- PT Bank Index Selindo
- PT Bank Indomonex
- PT Bank Jasa Arta
- PT Bank Jasa Jakarta
- PT Bank Kesejahteraan Ekonomi
- PT Bank Mayora
- PT Bank Mitraniaga
- PT Bank Multi Arta Sentosa
- PT Bank Persyarikatan Indonesia
- PT Bank Purba Danarta (Semarang)
- PT Bank Royal Indonesia
- PT Bank Sinar Harapan Bali (Denpasar)
- PT Bank Sri Partha (Denpasar)
- PT Bank Swaguna
- PT Bank Syariah Mega Indonesia
- PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (Bandung)
- PT Bank UIB
- PT Bank Victoria International Tbk
- PT Bank Yudha Bhakti
- PT Centratama Nasional Bank (Surabaya)
- PT Liman International Bank
- PT Prima Master Bank (Surabaya)
Bank Campuran
Bank Campuran adalah Bank Umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih Bank Umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh WNI (dan/atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh WNI), dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
- PT ANZ Panin Bank
- PT Bank Commonwealth
- PT Bank BNP Paribas Indonesia
- PT Bank Capital Indonesia
- PT Bank DBS Indonesia
- PT Bank Finconesia
- PT Bank KEB Indonesia
- PT Bank Maybank Indocorp
- PT Bank Mizuho Indonesia
- PT Bank Multicor
- PT Bank OCBC Indonesia
- PT Bank Rabobank Internasional Indonesia
- PT Bank Resona Perdania
- PT Bank UOB Indonesia
- PT Bank Woori Indonesia
- PT Bank China Trust Indonesia
- PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia
- PT Bank UFJ Indonesia
Bank Asing
- ABN Amro Bank
- American Express Bank Ltd.
- Bank of America, N.A.
- Bank of China Limited
- Citibank N.A.
- Deutsche Bank Ag.
- JP. Morgan Chase Bank, N.A.
- Standard Chartered Bank
- The Bangkok Bank Comp. Ltd.
- The Bank of Tokyo Mitsubishi Ufj Ltd.
- The Hongkong & Shanghai B.C.
2. Bank Syariah
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain:
• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk Perbankan Syariah
Dibedakan dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;
• transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang, dilakukan dengan prinsip jual beli
• transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
• transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
1.Prinsip Jual beli
Prinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan tak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b. Salam
Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.
Ketentuan umum salam:
• Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis, macam/bentuk, ukuran, mutu dan jumlahnya.
• Bila hasil produksi yang diterima tidak sesuai, maka nasabah harus bertanggung jawab, antara lain mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai pesanan.
• Karena Bank tak menjadikan barang yang dibeli/dipesan sebagai persediaan (inventory), maka Bank dimungkinkan untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
c. Istishna
Menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tak boleh berubah selama berlakunya akad.
2. Prinsip sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian.
3.Prinsip Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil dibagi dua, yaitu:
a. Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Ketentuan umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b. Mudharabah
Adalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum:
• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
• Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (alih piutang)
Fasilitas ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
b. Rahn (gadai)
Untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:a) Milik nasabah sendiri, b)Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil pasar, c) Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c. Qard
Adalah pinjaman uang.
Aplikasi Qard dalam perbankan, antara lain:
• Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberi pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi sebelum berangkat haji.
• Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah.
d. Wakalah (perwakilan)
Terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.
e. Kafalah (Bank Garnsi)
Diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
1. Prinsip Wadiah
Ketentuan umum:
• Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung Bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat, namun tidak boleh diperjanjikan dimuka.
• Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, Bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
• Terhadap pembukaan rekening ini Bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar terjadi
• Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah
2. Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
3. Akad pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan penghimpunan dana, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Wakalah (perwakilan)
Terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
b.Jasa perbankan
Bank Syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut, antara lain:
• Sharf (jual beli valuta asing) : Jual beli valas yang tidak sejenis, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valas ini.
• Ijarah (sewa): Jenis kegiatan ijarah, antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa atas jasa tersebut.
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional No Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional
1 Falsafah Tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan Berdasarkan bunga
2 Operasionalisasi
• Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika ’diusahakan’ terlebih dahulu.
• Penyaluran pada usaha yang halal dan menguntungkan.
• Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo.
• Penyaluran pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama.
3 Aspek Sosial Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam misi dan visi organisasi Tidak diketahui secara tegas
4 Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah
Tabel perbedaan-perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank konvensional
1. Akad dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.
2. Lembaga Penyelesai Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
5. Lingkungan dan Budaya Kerja
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
1 Falsafah Tidak berdasarkan bunga, spekulasi, dan ketidakjelasan Berdasarkan bunga
2 Operasionalisasi
• Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika ’diusahakan’ terlebih dahulu.
• Penyaluran pada usaha yang halal dan menguntungkan.
• Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo.
• Penyaluran pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama.
3 Aspek Sosial Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam misi dan visi organisasi Tidak diketahui secara tegas
4 Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah
Tabel perbedaan-perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank konvensional
1. Akad dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti.
Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.
2. Lembaga Penyelesai Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
5. Lingkungan dan Budaya Kerja
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar